Sistem Pengkaderan di Persyarikatan Muhammadiyah
Kader adalah elemen kunci dalam menentukan kesuksesan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang menyebarkan dakwah amar ma'ruf nahi mungkar dan tajdid, yang bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah. Melalui kader, organisasi ini dapat mencapai tujuannya untuk memperkuat struktur organisasinya. Oleh karena itu, perlu dilakukan kaderisasi secara berkesinambungan untuk menghasilkan kader yang kuat sebagai inti organisasi, demi memastikan kelangsungan regenerasi dan suksesi kepemimpinan. Hal ini penting agar organisasi dapat berdiri kokoh, seperti yang dijelaskan dalam Q.S. As-Saff ayat 4.
M. Abdul Halim Sani pernah mengatakan: "Tindakan baik yang tidak terorganisir mudah dikalahkan oleh kejahatan yang terorganisir." Ini mengartikan bahwa seperti pasukan yang berjuang untuk kebenaran, mereka harus teratur dalam barisan. Pentingnya kaderisasi dalam Muhammadiyah tercermin dalam pepatah khasnya: "Sebelum patah telah tumbuh, sebelum hilang telah berganti," di mana kader adalah seperti anak panah Muhammadiyah yang siap diluncurkan ke berbagai arah.
Kader adalah elemen inti yang harus selalu siap menghadapi perubahan zaman, mempengaruhi lingkungan, dan tidak hanya dipengaruhi oleh tantangan. Pembentukan kader yang tangguh tidak terjadi secara instan; itu memerlukan proses bertahap dalam kaderisasi. Kaderisasi adalah proses pembentukan anggota organisasi menjadi kader yang militan.
Pembentukan kader yang kuat memerlukan proses yang rumit dan mendalam untuk menciptakan individu yang termasuk dalam golongan umat terbaik dan menjadi cendekiawan harapan umat. Kehadiran kader selalu memicu perubahan menuju arah yang lebih baik, yang dapat dianggap sebagai transformasi sosial.
Sistem kaderisasi Muhammadiyah adalah sistem yang terencana, terarah, dan berkelanjutan untuk membentuk kader Muhammadiyah yang memiliki semangat, integritas, dan kompetensi untuk berperan di dalam Persyarikatan, kehidupan umat, dinamika bangsa, serta konteks global. Fase kaderisasi terdiri dari tahapan-tahapan yang jika tidak diikuti dengan baik akan menyebabkan kader menjadi prematur. Secara umum, setiap ortom Muhammadiyah mengategorikan fase kaderisasi dalam tiga tahap:
Pertama, fase internalisasi adalah fase awal di mana nilai-nilai kultur ortom Muhammadiyah ditanamkan sesuai dengan sistem kaderisasi yang berlaku, dengan kader sebagai objek dan pelaku yang bertugas memperkuat nilai-nilai tersebut. Biasanya, fase ini melibatkan kurikulum kaderisasi yang dilaksanakan secara formal atau non-formal, dan berlangsung sebelum kader menerima Syahadah (ijazah) serta diizinkan mengenakan almamater ortom Muhammadiyah. Tujuan dari fase ini adalah agar kader dapat menjalankan profil Muhammadiyah secara konsisten ketika aktif dalam ortom.
Kedua, fase implementasi adalah tahap di mana kader menerapkan nilai-nilai yang telah dipahami selama fase internalisasi. Pada fase ini, kader harus dapat menjalankan sistem dan membaca situasi lingkungan dengan baik. Fase ini biasanya ditandai dengan kesadaran individu untuk menerapkan nilai-nilai tersebut, serta kemampuan untuk menjadi konseptor dan pemikir. Kader juga diharapkan dapat membina kader dari angkatan sebelumnya, memupuk harapan baru, dan mengumpulkan kekuatan untuk mendukung visi dan misi organisasi, serta bertransformasi secara sosial.
Ketiga, fase aktualisasi adalah tahap di mana kader menerjemahkan gerakan Muhammadiyah menjadi cendekiawan Muslim sejati dengan menyebarluaskan gerakan seperti benih di lahan aktualisasi, baik di level persyarikatan, umat, maupun bangsa. Kader yang telah matang di ortom akan terus berkarya di persyarikatan dan di bidang umat serta bangsa, tanpa menghilangkan identitas sebagai kader Muhammadiyah, untuk terus mewujudkan tujuan Muhammadiyah.