Isi Khutbah Idul Adha, Dr. Prabowo Tekankan Kesalehan Sosial bagi Umat Muslim


Mengoptimalkan Kecintaan dan Kesalehan Sosial Bagi Umat Manusia

oleh: Dr. Prabowo Adi Widayat, M.Pd.I.

 اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَا إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لَا إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ.

اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَمَاتَ وأَحْيَى. وَالًّذِيْ أَمَرَنَا بِالتَّقْوَى وَنَهَانَا عَنِ اتِّبَاعِ الْهَوَى. وَالَّذِيْ جَعَلَ لَنَا عِيْدَ الْفِطْرِ وَ اْلأَضْحَى. أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ نِعْمَ الْوَكِيلِ وَنِعْمَ الْمَوْلَى، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ومَنْ يُنْكِرْهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً بَعِيدًا. وصَلَّى اللهُ عَلَى حَبِيْبِنَا الْمُصْطَفَى وَ الْمُشَفَّعَ، مُحَمَّدٍ نَبِيِّ الْهُدَى، الَّذِيْ لاَ يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى، إِنْ هُوَ إِلاَّ وَحْيٌ يُوْحَى، وعَلَى اَلِهِ وأَصْحَابِهِ مِنْ أَهْلِ الصِّدقِ وَالْوَفَا. اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِمَّنْ اِتَّبَعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْجَزَى. أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أيُّهَا الحَاضِرُوْن، أُوْصِيْكُمْ ونَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنْ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي اْلقُرْانِ اْلكَرِيمْ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الَّشيْطَانِ الرَّجِيْم، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمْ إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمْ لَن يَنَالَ ٱللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَآؤُهَا وَلَٰكِن يَنَالُهُ ٱلتَّقۡوَىٰ مِنكُمۡۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمۡ لِتُكَبِّرُواْ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمۡۗ وَبَشِّرِ ٱلۡمُحۡسِنِينَ. صَدَقَ اللهُ العَظِيمْ

  • Maha Kasih Allah, yang tidak pernah berhenti mencurahkan rahmat dan karunia-Nya – sekaligus membimbing manusia dalam memanfaatkannya.
  • Maha Adil dan bijaksana Allah dalam meratakan rezeki dan hidayah-Nya. Namun, kadang kala bahkan sering kali manusia tidak pernah puas dan enggan mensyukuri nikmat rezeki-Nya, serta selalu menghindar dari hidayah-Nya.
  • Maha Basar Allah, yang telah menetapkan bulan DZULHIJJAH sebagai bulan bagi kaum yang beriman melakukan ibadah haji dan qurban sebagai suatu ibadah yang diajarkan oleh bapak para anbiya’ Ibrahim as yang tujuannya untuk mewujudkan kesalehan sosial, keimanan yang kokoh, membangun soliditas umat dalam kemajemukan, dan keislaman yang fungsional melalui keilmuan dan kemanusiaan yang berpijak pada Islam Rahmatan Lil’alamin.
  • Dengan keagungan-Mu Yā Allah Engkau terima segala permohonan ampunan, karunia, dan nikmat yang tak terhingga yang dimohon oleh pelaku ibadah haji dan mereka yang mengagungkan hari raya Idul Adha melalui penyembelihan hewan qurban dengan tulus dan ikhlas untuk mendapat keridhaan-Mu semoga Engkau taburkan butiran pahala, kebaikan, dan keberkahan bagi mereka yang menjalani semuanya dengan baik dan benar.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahilham

Hadirin Jamaah Shalat Idul Adha Rahimakumullah

Hari ini kita menapaki Tanggal 10 Dzulhijjah 1445 H, hari bersejarah yang diperingati oleh seluruh umat Islam sedunia karena dua hal penting yakni ibadah haji dan kurban. Kedua Ibadah ini tentunya erat kaitannya dengan syariat yang dibawa oleh Nabi Ibrahim ‘alaihissalām. Adapun tujuan penting dari kedua ibadah ini adalah menjadikan setiap muslim pribadi yang bertakwa dengan sesungguhnya di tengah-tengah kemajemukan kehidupan.

Perayaan Idul Adha 1445 H, menjadi momentum untuk mengoptimalkan kecintaan dan kesalehan sosial kepada umat manusia sehingga akan terwujud bangunan persatuan, kesatuan, dan kemaslahatan bagi umat Islam dan umat manusia yang begitu majemuk dalam kehidupan. Kecintaan yang diwujudkan oleh seseorang ke pada setiap makhluk, baik kecintaan dalam konteks bersosial-budaya maupun untuk mewujudkan kemaslahatan dalam beragama yang didasarkan pada keimanan integral yang dimiliki oleh setiap muslim. Selain itu juga, kecintaan yang dioptimalkan melalui tindakan saling mengasihi kepada setiap makhluk adalah anugerah yang diberikan oleh Allah SWT kepada mereka yang benar-benar beriman dan senantiasa beramal saleh, sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S. Maryam: 96

إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ سَيَجۡعَلُ لَهُمُ ٱلرَّحۡمَٰنُ وُدّٗا 96

ArtinyaSesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.

Ahmad bin Muhammad As-Shāwi Al-Māliki Al-Khulwāni dalam tafsirnya Hāsyiatu As-Shāwi Jilid 3 halaman 45 menjelaskan bahwa ayat tersebut memaparkan mengenai implikasi perbuatan baik seorang muslim yang didasarkan pada keimanan yang sesungguhnya, sehingga Allah SWT akan senantiasa menjadikan Ia pribadi yang memiliki jiwa kasih sayang, berperangai lemah lembut, dan senantiasa bertindak tutur yang baik serta mendamaikan jiwa raga setiap insan. Hal ini tentunya dikuatkan pada potongan ayat yakni (لَهُمُ الرَّحْمنُ وُدًا), bahwa kata (الرَّحْمنُ) adalah pelaku (فَاعِلٌ) kasih sayang dan kata (وُدًا) adalah dampak sekaligus objek (مَفْعُوْلٌ بِهِ) dari berperilaku kasih sayang tersebut yakni sikap welas asih atau lemah lembut kepada siapa pun. Oleh karena itu, mencintai adalah fitrah manusiawi Karena hal itu adalah anugerah Ilahi yang dimunculkan melalui hati sanubari, sedangkan dicintai adalah keindahan kemanusiaan yang dianugerahkan oleh Allah Yang Maha Rahmān.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahilham

Hadirin Jamaah Shalat Idul Adha Rahimakumullah

Adapun dalam pandangan Abdurrahmān bin Nāshir As-Sa’di dalam tafsirnya, bahwa Q.S. Maryam: 96 menjelaskan Janji Allah SWT kepada para hamba-Nya yang senantiasa memadukan keimanan dan perbuatan baik dalam keseharian. Janji Allah SWT tersebut adalah dengan memberikan rasa cinta dan kasih sayang di antara mereka dan selalu diberkahi oleh para penduduk langit. Jika  mereka memiliki keramahan dan lemah lembut kepada setiap insan, maka mereka akan selalu memperoleh kemudahan, motivasi, dan bimbingan dari orang lain dan Allah SWT. Hal ini dikuatkan dengan Sabda Rasulullah Saw

إِنَّ الله إِذَا أَحَبَّ عَبْدًا دَعَا جِبْرِيْل فَقَالَ إِنِّي أُحِبُّ فُلَانًا فَأُحِبُّهُ قَالَ فَيُحِبُّهُ جِبْرِيْلُ ثُمَّ يَنَادِي فِي السَّمَاءِ فَيَقُوْلُ إِنَّ الله يُحِبُّ فُلَانًا فَأَحِبُوْهُ فَيُحِبُّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ قَالَ ثُمَّ يُوْضَعُ لَهُ القَبُوْلُ فِي الأَرْضِ (رواه مسلم من حديث أبو هريرة رضي الله تعالى عنه)

ArtinyaJika Allah mencintai seorang hamba, maka Allah memanggil malaikat Jibril lalu Ia berfirman kepadanya, ‘Sesungguhnya Aku mencintai fulan, oleh karena itu cintailah si fulan.’ Maka, Jibril pun mencintainya. Lalu, malaikat Jibril menyeru di langit, beliau berkata, ‘Sesungguhnya Allah mencintai fulan, oleh karena itu hendaklah kalian mencintai fulan.’ Maka, penduduk langit pun mencintai si fulan. Kemudian, diletakkan untuk si fulan tersebut penerimaan di muka bumi. (HR. Muslim).

Dari hadist tersebut tentunya ada kalimat yang patut kita garis bawahi dan fokus memaknainya yakni pada kalimat (ثُمَّ يُوْضَعُ لَهُ القَبُوْلُ فِي الأَرْضِ) yang artinya kemudian, diletakkan untuk si fulan tersebut penerimaan di muka bumi ini. Menurut Imam Nawawi dalam Syarah Sahih Muslim, beliau menjelaskan bahwa kecintaan penduduk langit kepada si fulan tersebut adalah dengan menumbuhkan dan menyuburkan cinta kasih di hati manusia untuk dirasa eksistensinya oleh si fulan tersebut, sehingga antara si fulan dan manusia lainnya terwujud sikap saling berbagai, rasa senasib sepenanggungan, tepo seliro, dan hal positif lainnya, sehingga para penduduk langit pun meridlai terhadap sikap yang telah dilakukannya tersebut. Selain itu, dalam kitab Umdatu Al-Qāri Syarah Sahih Bukhāri juga dijelaskan bahwa kecintaan yang muncul dalam hati manusia atau kepada seorang Hamba lainnya adalah tanda cinta kasih Allah SWT yang diberikan kepadanya. Artinya bahwa ketika cinta, kasih sayang, dan keramahan ada dalam diri pribadi seseorang, sesungguhnya hal tersebut adalah anugerah dari Allah Yang Maha Rahmān.

Dalam Falsafah Jawa dinyatakan “Sura Diro Jaya Ningrat Lebur Dining Pangstuti”, secara etimologi (lughawi) falsafah ini memiliki arti segala keberanian, kekuatan, kejayaan, dan keangkuhan dalam kedudukan akan hancur dengan sikap kebijaksanaan, kesabaran, dan kasih sayang. Melalui falsafah ini kita diajak untuk menyadari bahwa segala bentuk sikap sombong, angkara murka, dan kezaliman manusia hanya karena kekuatannya, kedudukannya, dan kejayaannya, akan musnah oleh sikap bijaksana, kelembutan, sabar, cinta dan kasih sayang. Oleh karena itu, Mari tinggalkan sifat dan sikap merasa paling unggul dalam materi dan kekayaan. Jauhi sikap merasa lebih mulia karena nasab, keturunan, atau bahkan keilmuan. Hindari merasa lebih menarik dalam tampilan fisik dan pakaian. Ciptakan kehidupan yang saling menghormati dan menghargai dalam perbedaan. Wujudkan kerukunan dan tumbuhkan cinta kasih agar senantiasa terwujud perdamaian. Karena sekali lagi yang dinilai oleh Allah SWT hanyalah keimanan dan ketakwaan. Sebagaimana Sabda Nabi Saw

عَنْ أَبِيْ حَمْزَة أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ خَادِمِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: (لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ) رَوَاهُ اْلبُخَارِيّ وَمُسْلِمٌ

Artinya; Dari Abu Hamzah Anas bin Malik Radhiallahu Ta’ala ‘Anhu, pelayan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau bersabda: “Tidak beriman salah seorang dari kalian sampai dia mencintai saudaranya, seperti halnya dia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahilham

Hadirin Jamaah Shalat Idul Adha Rahimakumullah

Peringatan dan perayaan Idul Qurban juga dapat dioptimalkan melalui sikap kesalehan sosial yakni manifestasi dari perilaku keagamaan yang tidak hanya fokus pada hubungan individu dengan Tuhannya (hablum minallāh), melainkan juga mencakup hubungan dengan sesama manusia dan lingkungan (hablum minannās). Kesalehan sosial dalam konteks berkurban adalah dengan bergotong royong untuk melaksanakan penyembelihan hewan kurban, yang syarat  dan ketentuannya telah dijelaskan dalam syariat Islam. Ibadah ini mensyaratkan ketulusan dan keikhlasan para shohibul kurban untuk membagikan daging hewan kurban yang telah disembelih untuk mereka kaum dhu’afa, fakir, miskin, dan masyarakat pada umumnya. Ketulusan dan keikhlasan dalam berbagi tersebut tentunya didasarkan pada firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Haj; 37;

لَن يَنَالَ ٱللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَآؤُهَا وَلَٰكِن يَنَالُهُ ٱلتَّقۡوَىٰ مِنكُمۡۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمۡ لِتُكَبِّرُواْ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمۡۗ وَبَشِّرِ ٱلۡمُحۡسِنِينَ 37

Artinya; Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.

Dalam Lubabu At-Tafsir min Ibni Katsir dijelaskan bahwa melalui Q.S. Al-Hajj ayat 37 Allah SWT menginformasikan dan mengajarkan kepada kita bahwa tujuan penting dari berkurban adalah ketakwaan yang sesungguhnya sehingga berdampak pada pribadi (ٱلۡمُحۡسِنِينَ) yaitu mereka yang senantiasa berbuat baik dan memperbaiki adab perilaku, etika, moralitas, dan sejenis lainnya dalam keseharian. Kata (ٱلۡمُحۡسِنِينَ) berasal dari kata (حَسَنٌ او حُسْنٌ) yang berarti kebaikan yang senantiasa membawa kemanfaatan, keselamatan, dan kedamaian. Oleh karena itu, kata (ٱلۡمُحۡسِنِينَ) di akhir ayat tersebut merupakan indikator mutlak seorang yang bertakwa dalam keseharian yakni, senantiasa bertindak tutur yang baik, memberikan keselamatan dan kemaslahatan bagi diri dan orang lain, mengadakan perbaikan di setiap sendi-sendi kehidupan, dan menyebarkan misi perdamaian ke setiap makhluk di alam semesta ini. Maka, kurban itu adalah sedekah kebaikan yang bernilai tinggi dan wujud konkret ketakwaan seorang hamba dalam konteks kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, dalam melihat sedekah sebagai sebuah ibadah sejatinya memiliki nilai istimewa bagi mereka yang melakukannya, sebagaimana Rasulullah Saw bersabda;

“إِنَّ الصَّدَقَةَ تَقَعُ فِي يَدِ الرَّحْمَنِ قَبْلَ أَنْ تَقَعَ فِي يَدِ السَّائِلِ، وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الْأَرْضِ” رواه ابن ماجه و ترمذي

ArtinyaSesungguhnya sedekah itu benar-benar diterima di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah sebelum sedekah itu diterima oleh tangan pemintanya. Dan sesungguhnya darah (hewan kurban) itu benar-benar diterima di sisi Allah sebelum darah itu menyentuh tanah. (HR. Ibnu Majah dan Imam Tirmidzi)

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahilham

Hadirin Jamaah Shalat Idul Adha Rahimakumullah

Idul Adha sebagai bulan Haji bagi mereka yang dipanggil dan diberikan kesempatan oleh Allah SWT untuk berziarah ke Baitullah Makkah Al-Mukarramah. Bagi mereka yang tuntas secara syariat dalam berhaji maka kemabruran niscaya akan diperoleh. Dalam hal ini, Jalaludin As-Suyuti memberikan pandangan bahwa kemabruran yang dimaksudkan dalam hal ini adalah peningkatan kualitas kebaikan, keimanan, dan ketakwaan dalam realitas keseharian. Selain itu juga, dalam Kitab ‘Umdatu Al-Qāri pada bab haji terdapat sebuah Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Al-Hakim yang menjelaskan tiga ciri penting seseorang yang memperoleh kemabruran setalah berhaji yakni; pertamatayyibu al-kalām yaitu sopan santun dan ramah dalam bertindak tutur kepada setiap individu, keduaifsyāu as-salām yaitu selalu menebar kebaikan dan kedamaian kepada seluruh makhluk dimana pun dan kapan pun, ketigaith’āmu at-ta’ām yaitu memiliki kepedulian sosial dalam wujud berbagi untuk menyejahterakan mereka yang membutuhkan agar tidak mengalami kelaparan, kesusahan, bahkan keterbatasan biaya dalam memenuhi kebutuhan keseharian.

Maka, dalam konteks bermasyarakat yang majemuk, kemabruran seorang hamba yang telah menunaikan ibadah haji tentunya dapat dioptimalkan melalui sikap kesalehan sosial yaitu melalui wujud kebaikan, kemanfaatan, dan kedamaian dalam diri individu untuk kemudian dilaksanakan secara baik dan benar melalui toleransi antar dan sesama umat beragama, kepedulian kepada sesama makhluk Allah SWT, memanfaatkan ilmu pengetahuan untuk keperluan kemanusiaan dan kebangsaan, saling menghargai dan menghormati antar individu dalam lintas iman atau agama, kelompok, ras, serta golongan dalam konteks kemajemukan. Oleh karena itu, jika kesalehan sosial diwujudkan dengan sebaik-baiknya oleh setiap muslim maka, tidak akan mungkin terjadi sikap egoisme sektoral yang menganggap dirinya paling unggul dibanding lainnya dan menjadikan kelebihan materi duniawi menjadi ukuran kesuksesan yang luar biasa.

Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita dalam menjalani roda kehidupan yang begitu beragam dengan berbagai ragam hidayah-Nya, semoga Allah SWT menjadikan Idul Adha 1445 H sebagai ibadah yang penuh keberkahan, kemanfaatan, dan kemaslahatan, semoga jamaah haji Indonesia pulang ke tanah air dengan memperoleh pahala mabrur, dan semoga juga saudara kita muslim yang berkurban diterima disisi Allah SWT dengan pahala ketakwaan yang sesungguhnya, untuk itu marilah kita berdoa kepada Allah SWT.

أَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَد وَعَلَى آلِه وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ أَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، اللّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدِيْنَا وَارْحَمْهُمْ كَمَا رَبَّوْنَا صِغَارًااَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَناَ الَّذِى هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْينَا الَّتِي فِيْهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِي إِلَيْهَا مَعَادُنَا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا، وَوُلاَةَ أُمُوْرِ الْمُسْلِمِيْنَ، وَوَفِّقْهُمْ جَمِيْعًا لِتَحْكِيْمِ شَرِيْعَتِكَ، وَالْعَمَلِ بِكِتَابِكَ، وَالالْتِزَامِ بِسُنَّةِ نَبِيِّكَ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. اَللَّهُمَّ بِعزَّتِكَ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالُمسْلمِينَ، وأذِلَّ الشِّركَ وَالْمُشْرِكِيْنَ. اَللَّهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا المُجَاهِدِيْنَ على أَعْدَائِكَ أَعْدَاءِ الدِّيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، وَسُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاتُه