Kewaspadaan Nasional terhadap Disambiguasi dalam Lingkungan Strategik Negara Beragama: Perspektif Nilai Islam dan Kemuhammadiyahan

Indonesia sebagai negara beragama memiliki keragaman suku, budaya, bahasa, dan keyakinan yang menjadi kekuatan besar sekaligus tantangan serius. Salah satu ancaman yang mengintai harmoni ini adalah disambiguasi—upaya mengaburkan makna, memelintir fakta, atau menyamarkan kebenaran untuk menimbulkan kebingungan dan perpecahan. Di era digital, manipulasi informasi dapat menyebar sangat cepat, memengaruhi opini publik, dan memicu konflik. Oleh karena itu, kewaspadaan nasional menjadi benteng penting untuk menjaga persatuan bangsa.
Islam menegaskan pentingnya menjaga kebenaran dan menolak pencampuradukan yang hak dengan yang batil. Allah SWT berfirman:
وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ٤٢
“Dan janganlah kamu campur-adukkan yang hak dengan yang batil dan janganlah kamu sembunyikan kebenaran, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 42). Ayat ini menegaskan bahwa setiap individu wajib bersikap jujur, transparan, dan tidak menyebarkan informasi yang menyesatkan. Dalam konteks kewaspadaan nasional, prinsip ini menuntut masyarakat untuk bersikap kritis dan tidak mudah terprovokasi.
Sikap tabayyun atau verifikasi informasi adalah salah satu perintah langsung dalam Al-Qur’an:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًا ۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ ٦
“Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kalian seorang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kalian tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kalian menyesal atas perbuatan itu.” (QS. Al-Hujurat: 6). Perintah ini relevan dalam menghadapi disambiguasi, karena hoaks dan distorsi fakta seringkali memicu keresahan sosial jika tidak diverifikasi terlebih dahulu.
Dalam perspektif Kemuhammadiyahan, kewaspadaan nasional sejalan dengan dakwah amar ma’ruf nahi munkar. Nilai-nilai seperti tajdid (pembaruan), gerakan pencerahan, dan komitmen terhadap Al-Qur’an dan Sunnah menjadi pedoman untuk melawan manipulasi informasi. Muhammadiyah mendorong literasi digital yang kritis, pendidikan kader yang berwawasan kebangsaan, serta penguatan dakwah berbasis media untuk menyebarkan pesan kebenaran. Hal ini selaras dengan perintah Allah SWT:
اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik…” (QS. An-Nahl: 125).
Lingkungan strategik negara beragama seperti Indonesia menghadapi tantangan internal seperti politik identitas, potensi konflik antarumat beragama, dan rendahnya literasi digital. Tantangan eksternal meliputi pengaruh ideologi transnasional, infiltrasi budaya asing, dan propaganda global. Islam memberikan solusi melalui prinsip ukhuwah (persaudaraan) yang mencakup ukhuwah Islamiyah, Wathaniyah, dan Basyariyah. Sebagaimana firman Allah SWT:
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَ اَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَࣖ ١٠
“Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara, maka damaikanlah antara kedua saudaramu…” (QS. Al-Hujurat: 10).
Kewaspadaan nasional terhadap disambiguasi bukan hanya tugas pemerintah, tetapi kewajiban seluruh warga negara. Umat Islam, khususnya warga Muhammadiyah, harus menjadi teladan dalam menyaring informasi, menjaga persatuan, dan menyebarkan kabar yang benar. Prinsip ini ditegaskan dalam sabda Rasulullah SAW: “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dengan menjadikan nilai-nilai Islam dan Kemuhammadiyahan sebagai pedoman, Indonesia dapat tetap berdiri kokoh di tengah derasnya arus informasi global yang penuh tantangan.