Muslimah dan Keadilan

Islam sangat memuliakan perempuan dan menempatkan mereka setara dengan laki-laki. Oleh karena itu, kedudukan perempuan harus dirumuskan sesuai dengan al-Qur’an dan al-Sunnah, yang merupakan rujukan utama ajaran Islam. Prinsip-prinsip kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam perspektif al-Qur’an adalah sebagai berikut:
-
Kedudukan sebagai hamba Allah
Laki-laki dan perempuan memiliki status yang sama sebagai hamba Allah, dengan potensi setara untuk menjadi hamba yang ideal di mata Allah atau muttaqin. -
Kedudukan sebagai khalifah di bumi
Manusia, baik laki-laki maupun perempuan, diciptakan untuk menjadi hamba yang taat dan patuh kepada Allah SWT serta berkedudukan sebagai khalifah di bumi, sebagaimana dinyatakan dalam Q.S. al-An’am: 165. -
Potensi untuk meraih prestasi
Laki-laki dan perempuan memiliki tabiat yang hampir sama, dengan potensi baik yang dianugerahkan oleh Allah kepada keduanya. Dalam hukum syariat, mereka ditempatkan dalam satu kerangka, memikul tanggung jawab dalam menjalankan aktivitas baik yang bersifat umum maupun khusus.
Sebelum datangnya Islam, pada zaman jahiliah, kedudukan perempuan tidak begitu dihargai. Namun, setelah Islam datang, derajat perempuan sangat dimuliakan. Islam menetapkan hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan yang ada yang sama dan ada yang berbeda, tetapi pada umumnya kedudukan mereka sama di mata Allah, hanya fungsi dan tugasnya yang berbeda. Berikut adalah peranan perempuan dalam konsep Islam sesuai fitrahnya:
-
Perempuan sebagai ibu
Keluarga adalah lembaga sosial yang mempunyai peran besar terhadap kesejahteraan sosial dan kelestarian anggotanya, terutama bagi anak sebagai generasi penerus bangsa. Keluarga sangat penting untuk perkembangan dan pembentukan pribadi anak, sehingga ibu memainkan peran penting dalam keberhasilan pendidikan anak-anaknya, meskipun keikutsertaan ayah juga tidak dapat diabaikan. -
Perempuan sebagai istri
Perempuan yang berperan sebagai istri dapat menjadi teman dan mitra diskusi bagi suami dalam menghadapi masalah. Ketika suami membutuhkan tempat curhat, istri dapat menenangkan dan membantu dalam memecahkan solusi, sehingga beban suami berkurang. -
Perempuan sebagai makhluk sosial
Secara kodrati, perempuan juga adalah makhluk sosial yang tidak bisa melepaskan keterikatannya dengan manusia lain. Hal ini termasuk menjalin hubungan dengan individu lain untuk memenuhi kebutuhan sosial.
Seorang perempuan tidak terlepas dari kehidupan berkeluarga. Keluarga adalah lembaga yang bertujuan untuk mewujudkan kehidupan yang aman, tenteram, damai, dan sejahtera dengan penuh cinta dan kasih sayang. Dalam konteks ini, suami dan istri dapat menemukan ketenangan jiwa serta kepuasan batin saat mengarungi bahtera rumah tangga bersama. Hal ini ditegaskan dalam al-Qur’an pada Q.S. ar-Rum: 21.
وَمِنْ ءَايَـٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًۭا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةًۭ وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَـَٔايَـٰتٍۢ لِّقَوْمٍۢ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya: Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.
Menurut para ulama, seorang perempuan yang berperan sebagai istri dan bekerja di luar rumah harus mendapatkan izin dari suami. Hal ini dikarenakan meninggalkan suami tanpa izin dianggap tidak diperbolehkan. Jika hal tersebut dilanggar, maka tindakan tersebut dapat dianggap sebagai nusyuz (ketidaktaatan).