PHIWM dalam Berbisnis

Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah adalah himpunan nilai dan norma Islami yang berlandaskan Al-Qur'an dan Sunnah, berfungsi sebagai panduan perilaku warga Muhammadiyah dalam keseharian, sehingga mencerminkan kepribadian Islami yang bertujuan untuk membentuk masyarakat Islam yang sesungguhnya.

Pedoman ini mengarahkan kehidupan dalam berbagai aspek, termasuk lingkup pribadi, keluarga, masyarakat, organisasi, pengelolaan amal usaha, bisnis, pengembangan profesi, kehidupan berbangsa dan bernegara, pelestarian lingkungan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta seni dan budaya, dengan menunjukkan perilaku uswah hasanah (teladan yang baik).

  1. Kegiatan bisnis-ekonomi adalah upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya. Sepanjang tidak merugikan kepentingan manusia, semua bentuk pekerjaan diperbolehkan, baik di bidang produksi maupun distribusi barang dan jasa. Kegiatan bisnis barang dan jasa harus berupa barang dan jasa yang halal menurut syariat dan dilakukan dengan sukarela (taradlin).
  2. Dalam bisnis-ekonomi, setiap orang dapat menjadi pemilik atau pengelola organisasi bisnis, atau keduanya, dengan tuntutan untuk mengikuti cara yang benar dan halal sesuai prinsip mu'amalah dalam Islam. Dalam menjalankan aktivitas bisnis, seseorang dapat menjadi pemimpin atau anak buah secara bertanggung jawab sesuai kemampuan dan kelayakan. Baik pemimpin maupun anak buah memiliki tugas, kewajiban, dan tanggung jawab yang diatur dan disepakati secara sukarela dan adil. Kesepakatan ini harus dijalankan dengan sebaik-baiknya oleh para pihak yang terlibat.
  3. Prinsip sukarela dan keadilan adalah prinsip penting yang harus dipegang, baik dalam lingkungan internal organisasi maupun dengan pihak luar seperti partner dan pelanggan. Prinsip sukarela dan adil berarti tidak ada paksaan, pemerasan, pemalsuan, atau tipu muslihat, dan harus didasari oleh kejujuran.
  4. Hasil dari aktivitas bisnis-ekonomi menjadi harta kekayaan (maal) pihak yang mengusahakannya. Harta ini merupakan karunia Allah yang penggunaannya harus sesuai dengan jalan yang diperkenankan Allah. Meskipun harta diperoleh dengan usaha sendiri, penggunaannya tidak boleh semaunya sendiri tanpa mengindahkan orang lain. Harta dapat dimiliki secara pribadi namun juga mempunyai fungsi sosial, yang berarti harus membawa manfaat bagi diri, keluarga, dan masyarakat secara halal dan baik. Oleh karena itu, terdapat kewajiban zakat dan tuntunan shadaqah, infaq, wakaf, dan jariyah sesuai ajaran Islam.
  5. Ada berbagai cara memperoleh dan memiliki harta, yaitu melalui (1) usaha berupa aktivitas bisnis-ekonomi secara sukarela (taradlin), (2) waris, yaitu peninggalan dari seseorang yang meninggal kepada ahli warisnya, (3) wasiat, yaitu pemindahan hak milik kepada orang yang diberi wasiat setelah seseorang meninggal, dengan syarat bukan ahli waris dan tidak melebihi sepertiga jumlah harta yang diwariskan, dan (4) hibah, yaitu pemberian sukarela dari atau kepada seseorang. Dari semua itu, harta yang diperoleh melalui usaha (bekerja) adalah yang paling terpuji.
  6. Harta juga bisa diperoleh melalui utang-piutang (qardlun) atau pinjaman (`ariyah). Jika harta diperoleh melalui utang, maka ada kewajiban untuk mengembalikannya sesuai perjanjian, yang sebaiknya tertulis dan ada saksi. Dalam hal utang, dianjurkan berhati-hati, disesuaikan dengan kemampuan mengembalikan, dan tidak memberatkan diri. Harta dari pinjaman (`ariyah) hanya boleh dimanfaatkan tanpa kewenangan menyewakan atau menjual, dan harus dikembalikan dalam keadaan semula. Peminjam wajib memelihara barang pinjaman sebaik-baiknya.
  7. Dalam bisnis-ekonomi, persaingan kadang terjadi. Berlomba-lomba dalam kebaikan dianjurkan oleh agama. Persaingan ini dapat berupa pemberian mutu barang atau jasa yang lebih baik, pelayanan pelanggan yang ramah, pelayanan purna jual yang terjamin, atau kesediaan menerima keluhan pelanggan. Prinsip sukarela, keadilan, dan kejujuran tetap berlaku, dan masuk dalam pengertian fastabiiq al khairat untuk mencapai bisnis yang mabrur.
  8. Keinginan manusia untuk memperoleh harta melalui bisnis-ekonomi kadang menghasilkan kesuksesan yang harus disyukuri. Namun, ada juga yang belum sukses dalam usahanya. Tolong-menolong dianjurkan agama, dalam kerangka berlomba-lomba dalam kebaikan. Mereka yang sukses dianjurkan menolong yang belum sukses, yang memperoleh keuntungan menolong yang merugi. Kesuksesan tidak boleh menyebabkan kesombongan, dan kegagalan tidak boleh membuat putus asa dari rahmat Allah.
  9. Harta hasil bisnis-ekonomi tidak boleh dihambur-hamburkan dengan boros. Perilaku boros merugikan pengembangan bisnis dan orang yang bekerja untuk bisnis tersebut. Dianjurkan untuk menjalankan usaha dengan cermat, penuh perhitungan, dan tidak sembrono, serta melakukan pencatatan yang diperlukan untuk pengelolaan usaha yang lebih baik.
  10. Kinerja bisnis saat ini harus lebih baik dari masa lalu, dan kinerja bisnis di masa depan harus lebih baik dari masa sekarang. Islam mengajarkan bahwa hari ini harus lebih baik dari kemarin, dan besok lebih baik dari hari ini. Evaluasi dan perencanaan bisnis adalah anjuran yang harus diperhatikan.
  11. Jika pengelolaan bisnis harus diserahkan kepada orang lain, maka harus diserahkan kepada yang mau dan mampu menjalankan amanah. Kemauan dan kemampuan penting karena pekerjaan yang diserahkan pada orang yang tidak mampu hanya akan membawa kegagalan. Kemauan dan kemampuan bisa dilatih dan dipelajari. Mereka yang mampu wajib melatih dan mengajar yang kurang mampu. Semakin besar usaha bisnis-ekonomi, semakin banyak melibatkan orang atau lembaga lain. Islam menganjurkan agar harta tidak hanya berputar pada kelompok tertentu saja. Semakin banyak aktivitas bisnis memberi manfaat pada masyarakat, semakin baik bisnis itu dalam pandangan agama.
  12. Sebagian harta yang diperoleh melalui usaha bisnis-ekonomi atau cara lain secara halal tidak bisa dianggap sebagai hak mutlak individu. Mereka yang menerima harta harus menunaikan kewajiban membayar zakat sesuai syariat. Selain itu, dianjurkan untuk memberi infaq dan shadaqah sebagai bentuk rasa syukur atas rezeki yang diberikan Allah.